Rabu, 18 Mei 2011

CECE BADARUDIN “BERPADU ANTARA SENI DAN TEKNOOGI”

Hari sabtu, 30 maret 1991 adalah hari yang membahagiakan bagi pasangan suami istri K.H Faqihudin dan Hjh. Idhoh faridoh karena pada saat itu tepat pada pukul 19.00 malam telah lahir sosok bayi yang dinanti-nanti selama Sembilan bulan, bayi itu lahir begitu mungil dengan bobot 3 kg. dan berjenis kelamin laki-laki. Karena lahir di malam hari dan disambut dengan terangnya bulan yang menyinari malam itu maka bayi itu di beri nama cece badarudin, bayi ini adalah anak yang keenam dari rahim ibunya, namun kali ini bahagia yang bertubi menyinari ayah dan ibunya karena bayi ini jelas berbeda dari kakak-kakak sebelumnya, gemuk, putih, manis dan mungil menyertai fisik bayi ini.
Pasca kelahirannya bayi ini tumbuh dengan subur ditengah-tengah keluarganya yang tergolong sederhana, waktu berlalu hingga sampai pada usia 1,2, dan 3 tahun cece badarudin hidup begitu normal seperti layaknya anak-anak lain, kesehatan terjamin sekalipun dari fasilitas serba kekurangan ayahnya yang mengurusi enam anak ini tidak sedikitpun hilang perhatian dan kasih sayang sekalipun harus dibagi enam. Kecerdasan mekanik sudah mulai terlihat dari cece sejak usia empat tahun, entah dia mau mencita-citakan seperti apa tapi tabiat rasa ingin tahunya terhadap benda-benda mekanik begitu tampak dan jelas dapat dilihat dari gaya memainkan benda mainannya. Berbeda dangan balita lain yang selalu merasa sayang akan mainan dan merawatnya baik-baik, balita cece begitu disodorkan mainan mekanik seperti mobil-mobilan, robot-robotan, dan benda mainan lainnya yang kadang didapat dari hasil kerja keras ayahnya bukannya di gunakan selayaknya tapi justru malah dirusak sekalipun tidak mampu mengembalikannya seperti semula. Tentu ini adalah kecerdasan psikomotorik bawaan yang lahir secara alamiah dan muncul dari insting nalurinya. memperbaiki dan menghancurkan adalah sebuah kebiasaan yang tidak asing baginya sampai pada kejadian yang membuat kakanya pusing alias kalung domba yang harus selalu digunakan oleh kakaknya dan main domba-dombaan untung dombanya tidak dibedah.
Sekalipun kecerdasan psikomotorik dengan rasa keingintahuan yang tinggi sudah tampak dari diri cece, namun semuanya tidak disadari oleh kedua orang tuanya, sehingga kebiasaan ini berlangsung sampai tahun-tahun berikutnya. Ironisnya pada usia 4 tahun ketika ayahnya mengajar santri-santri di lantai 2 PP. Nurul Ulum dia ikut bersamanya, saat ayahnya mengajar cece ini asyik bermain bersama kawan-kawan sebayanya dan kejadian tragispun menimpa cece kecil ini yakni jatuh dari tangga lantai dua dan mengalami beberapa benturan dikepalanya sehingga akhirnya harus dirawat di Rumah Sakit Wijaya Kusuma selam beberapa bulan. Hasil ronsen yang disodorkan oleh Dokter, kepala cece yang terkena beberapa kali benturan di tangga dan lantai bawah mengalami beberapa gangguan dan tentunya hasil benturan ini menggangu kerja otak kiri cece kecil ini sampai pada akhirnya sekalipun secara fisik dikatakan sembuh tetapi dari sisi kerja otak dalam menghapal dan menghitung sedikit berkurang.
Fenoma yang dialami oleh cece ini tentu membuat sedih kedua orang tua dan kakak-kakaknya karena anak seusia itu seharusnya mendapatkan suplai otak yang maximum karena masih pada perkembangan apa lagi cece kenil ini mempunyai bawaan yang dibilang cerdas tetapi sekarang justru malah kena musibah yang menghambat kerja otaknya, kehawatiranpun muncul dari kedua orangtuanya akan nasibnya dikemudian hari. Namun demikian sekalipun sudah mengalami gangguan di otaknya, insting rasa ingin tahu yang ada sejak lahir tidak mati begitu saja cece ini selalu tetap berusaha dan pantang menyerah sedikit demi sedikit dia mulai mengenal kembali akan bawaannya sebagai manusia penghancur mainan dari mulai mainan biasa, yang berbentuk mesin sampai ingin mengenal lebih jauh dengan perangkat computer sehingga dengan rasa ingin tahunya yang tinggi dia ingin menjadi ahli computer yang bisa mengimbangi dunia teknologi sekarang masa depan.
Pada usia 12 tahun dia lulus Sekolah dasar di SDN karang anyar. walaupun dengan nilai yang kecil tapi dia tidak menyerah untuk sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Bersama kawan-kawan seperjuangan di SDN karang anyar dia mendaftar di sekolah MTSN Darma kuningan, Tes seleksipun diikutinya dengan percaya diri dan dia masuk di kelas VII F. disamping tugasnya sebagai siswa diapun tidak meninggalkan statusnya sebgai santri di PP. Nurul ulum yang di pimpin ayahya, dan aktifitas seperti ini berjalan tanpa ada hambatan yang berarti. Semasa disekolah dia mengenal dengan guru-gurunya yang multi talenta ada yang ahli nasionalisme, ahli bahasa ahli teknologi sampai ahli seni yang tidak bakal punah sekalipun. Cece mulai dekat dengan guru-gurunya dan banyak menimba ilmu yang beragam dari guru yang beragam pula, dari mulai sinilah dia sadar akan pentingnya wahana ilmu itu sampai pada titik kemudian dia berpikir “untuk saat ini mana mungkin bisa berkompetensi kalau kita tidak punya ilmu dan keahlian” dan inilah yang menjadi spirit motifasi dirinya untuk belajar dan belajar baik itu disekolah, pesantren ataupun diluar dari keduanya.
Selama menjalani proses pendidikan disekolah dan pesantren dia mulai mengenal dunia kesenian, tentu ia mengenal dari pesantrennya yang sudah lama berdiri organisasi di bidang seni kosidah, dia mulai suka dengan seni kosidah ini dan lagi-lagi insting naluri rasa keingin tahuannya kembali muncul, kali ini dia merasa ironis ketika melihat group kosidanya masih menggunakan alat tradisional sementara para pesaingnya sudah mulai menggunakan alat modern seperti keyboard. Sehingga dia bertekad untuk mengenal alat ini sampai menguasainya disamping cita-citanya sebagai ahli teknologi computer. Belajarpun dilakoni dari mulai mempelajari keyboard yang menggunakan batu batrai secara otodidak dan hasilnyapun cukup lumayan sekalipun otodiak dia mulai mengenal beberpa nada sambil mengikuti irama dari sekeping CD yang diputar di VCD. Semua orang disekelilingya memberikan apresiasi kepadanya Karena hanya dengan waktu beberapa hari saja dia sudah hapal beberapa melodi ataupun pengiring music dari beberpa lagu “menakjubkan” kata orang-orang yang melihatnya.
Rasa percaya diri mulai muncul darinya dan sejurus kemudian dia bersama groupnya memberanikan diri tampil dari panggung kepanggung. Bukanlah cece kalau hanya cukup merasa puas dengan itu sekalipun orang memberikan apresiasi lebih kepadanya namun dia tetap merasa kurang dan akhirnya untuk menutup kekurangan itu dia belajar bersama gurunya herdiyana satu minggu sekali setiap pulang sekolah dan selama beberapa bulan dia mampu untuk tampil dengan organ tunggal diatas panggung bersama 5 vokalisnya. Sungguh luar biasa diusianya yang ke 16 tahun dia mampu mengsejajarkan dengan musisi-musisi yang lebih tua dan berpengalaman diwilayahnya dan apresiasi positifpun mengalir tiada henti kepadanya.
Prestasi yang diraih olehnya tidak membuat dia merasa sombong dan dia masih tetap merasa bahwa ilmu segini itu belum ada apa-apanya, sekalipun statusnya sebagai pelajar, santri dan musisi muda namun kesehariannya masih tetap seperti para remaja lainnya dan ini berlangsung sampai lulus Mtsn di tahun 2007.
Perputaran waktu terus berjalan dan mengikuti arah mata angin, setelah lulus dari Mtsn pintu gerbang dan harapan-harapan besar akan kesuksesanpun mulai terbuka, berbarengan dengan pertumbuhan fisiknya yang mulai menunjukan kedewasaan dan dengan cara berpikir yang matang cece seolah olah tampil dengan sosok yang elegan bagi pandangan seusianya, wibawanya yang mapan memberikan insfirasi bagi kawan-kawan sebaya yang lain banyak kawan-kawan dekatnya yang meminta untuk belajar kepadanya terlebih dia masuk ke SMK Muhamadiyah jurusan tekhink computer jaringan, pastinya dengan caranya dia mengambil jurusan tekhnik computer jaringan sangat mendukung akan kapasitasnya sebagai seniman muda dan juga cita-cita sebagai ahli komputerpun terbuka lebar baginya. Satu persatu perangkat kompter dikenalnya baik itu perangkat keras ataupun lunak dipelajari tanpa lelah olehnya dan diapun mulai memadukan antara bakat seni dan bakat pengoprasian komputerya sampai pada akhirnya dia mampu memadukan keduanya yakni seni yang tidak bakal punah sekalipun tertindas zaman dan teknolgi yang tidak bakal habis karena selalu mengiringi zaman. Walhasil, cacat otak bukan berarti semuanya mati begitu saja, semuanya butuh usaha, kerja keras dan sungguh-sungguh. Begitulah kiranya sosok cece badarudin yang mengayuh perhelatan panjang semasa hidupnya yang mengarumi samudra teknolgi dan seni ditengah kehidupan pesantren, yang lahir dengan cerdas dan rasa ingin tahu yang tinggi, yang cacat di usia perkembangnnya, yang bangkit dari keterpurukannya dan yang bercita-cita untuk menjadi ahli teknologi dengan sekolah diperguruan tinggi komputerisasi.
Terus maju dan maju untuk menyonsong sebuah perubahan, semoga cita-citamu tercapai……..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar