Selasa, 14 Juni 2011

SEJARAH SINGKAT BENDA KEREP

OLEH IMA MUTASIM
BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Masyarakat, tradisional yang hidup disuatu lokasi secara turun temurun dan relatif setia menjalankan adat istiadat memiliki pengetahuan praktis dalam rangka bertahan hidup dialam lingkungannya. Pengetahuan tersebut meliputi keseluruhan aspek kehidupan seperti pertanian, peternakan, penyediaan makanan, kesehatan, dan bagaimana mengelola lingkungan hidup mereka.
Pengetahuan tersebut sangat penting bagi kelangsungan kehidupan mereka dan merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan yang khas.
Dengan berjalannya waktu, pengetahuan atau kearifan tradisional dibenda kerep pada khususnya sering kali terdesak dan dikesampingkan, terutama apabila masyarakat tradisional benda kerep tersebut hidup didalam suatu negara yang mengalami proses pembangunan. Hal tersebut terjadi karena pada umumnya pendekatan pembangunan yang dilakukan bersifat “top down” ataupun bertolak dari pandangan “luar komunitas” dengan metode yang dianggap lebih ilmiah dan modern. Sedangkan kearifan tradisional dianggap kurang memenuhi tuntutan kemajuan zaman.
1.2. Rumusan Masalah
1. bagaimana sejarah berdirinya benda kerep
2. apa yang menjadi alasan masyarakat benda kerep menolak adanya tv, radio dan jembatan.
3. apa yang menjadi ketertarikan para santri luar terhadap pesantren benda kerep
4. mengapa daerah benda kulon sudah menerima adanya teknologi informasi.
5. bagaimana denah lokasi benda kerep dari letak wilayah dan letak daerah.
1.3. Tujuan
Agar dapat mengetahui seluk beluk yang berkaitan dengan benda kerep dari mulai sejarah nya alasan logis menolaknya teknologi, ketertarikan santri luar terhadap pesantren benda kerep, alasan logis dari benda kulon yang sudah menerima teknologi dan denah lokasi benda kerep sebagai bahan kajian teoritis wawasan keilmuan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Sejumlah besar kenyataan yang relevan dengan suatu teori harus ditentukan dengan observasi pada variasi keadaan yang luas, dan harus dibuktikan seberapa jauh teori itu bias dikatakan benar atau boleh-jadi benar dari segi fakta-fakta yang ditarik lewat semacam penyimpulan induktif.
Pemisahan cara penemuan dan cara pembenaran, memungkinkan kaum induktivis menghindari kritik yang diarahkan pada klaim mereka bahwa ilmu bertolak lewat observasi. Akan tetapi, legitimasi pemisahan dua cara itu harus dipertanyakan. Hal ini diharapkan menjadi makin jelas bahwa esensial untuk mengerti bahwa ilmu adalah lembaga perkembangan historis pengetahuan dan suatu teori hanya dapat dinilai berharga apabila perhatian secukupnya diberikan pada kontex sejarahnya. Penilaian teori erat hubungannya dengan keadaan ketika teori itu pertama kali muncul.
Walaupun apabila kita perkenankan kaum induktivis memisahkan cara penemuan dari cara pembenaran, posisi mereka tetap terancam oleh kenyataan bahwa keterangan- observasi itu bermuatan teori, dan oleh karenanya bisa salah. Kaum induktivis ingin membuat pembedaan sangat tajam antara observasi langsung, yang mereka harapkan akan membentuk dasar yang kukuh untuk pengetahuan ilmiah, dan teori-teori yang akan dibenarkan dengan sejumlah dukungan induktif yang diterimanya dari dasar observasi yang terjamin.
Persoalan induksi tidak dapat dipandang sebagai kesalahan yang pasti, karena sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, kebanyakan filsafat ilmu lainnya pun menderita kesulitan-kesulitan serupa. • Alasan terutama mengapa induktivisme harus ditinggalkan ialah bahwa dibandingkan dengan pendekatan rivalnya yang lebih modern, induktivisme makin gagal memberikan keterangan baru dan yang menarik tentang watak ilmu, suatu kenyataan yang telah mendorong Imre Lakatos untuk menyebut program itu sebagai program yang membawa kemunduran.
BAB III
ANALISIS
3.1. Sejarah Benda Kerep
Berbicara tentang sejarah Benda Kerep maka tidak akan terlepas dengan sejarah-sejarah mistis yang meliputinya. Kampung Benda Kerep didirikan oleh Embah Soleh kira – kira kurang lebih 300 tahun yang lalu. Embah soleh berasal dari keturunan Keraton Kanoman yakni keturunan ke 13 dari Syek Sarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Cirebon. Namun ada persepsi lain yang mengatakan Embah Soleh adalah keturunan ke 12 dan keturunan ke 9.
Sebelum menjadi kampung Benda Kerep wilayah ini dinamakan Cimeuweuh yang berasal dari bahasa sunda cai meuweuh yang mengandung terminologi ketika ada orang yang masuk ke wilayah Cimeuweuh maka orang tersebut hilang entah kemana tetapi menurut keyakinan masyarakat sekitar kemungkinan besar orang yang masuk kewilayah tersebut dibawa ke alam ghaib oleh sekelompok mahkluk ghaib penghuni wilayah Cimeuweuh. Kejadian yang lebih mencengangkan pohon – pohon rindang yang berada didalam wilayah Cimeuweuh mengandung unsur mistis yang luar biasa diluar jangkauan rasio dan ilmu pengetahuan fisika, yakni ketika pohon tersebut di tebas atau ditebang pohon itu akan mengeluarkan darah dan menjerit layaknya mahkluk hidup bernyawa. Kejadian-kejadian ghaib yang sering terjadi dihutan belantara Cimeuweuh ini mengundang perhatian besar dari kalangan bangsa Kraton Kanoman yang kemudian hutan belantara yang masih milik tanah kraton ini dinamakan Cimeuweuh.
Melihat hal-hal yang ganjil didaerah hutan belantara yang masih dimiliki oleh Kraton kanoman tersebut, pada akhirnya banyak orang-orang sakti mandraguna baik dari kalangan kraton ataupun dari luar kerajaan yang ingin mencoba kesaktiannya untuk menaklukan daerah Cimeweuh dari pengaruh-pengaruh ghaib, diantaranya menurut informasi yang kami dapat yaitu Embah Layaman, seorang sakti mandaraguna yang memiliki ilmu kanuragan tinggi serta menguasai ilmu agama secara lues, berasal dari daerah solo dan diangkat menjadi penasehat kesultanan karena kesaktian dan kebijaksanaan yang dimilikinya. Beliau mencoba datang ke cimeuweuh dengan maksud mengusir makhluk-makhluk ghaib serta menaklukan daerah cimeuweuh dari berbagai pengaruhnya, setelah Embah Layaman datang ke Cimeuweuh Beliau mencoba memulainya dengan mengeluarkan berbagai ilmu kesaktiannya untuk menaklukan para penghuni gahib. Usaha demi usaha telah dilakukan tapi ternyata tuhan berkehendak lain , Embah Layaman tidak mampu atau gagal menaklukan wilayah Cimeuweuh dan para penghuninya pada akhirnya dalam keadaan pasrah dan menerima apa adanya beliau berjalan menuju Kali Lunyu beliau bermukim disana dan mendirikan sebuah Masjid. Sampai sekarang masjid di Kali Lunyu masih berdiri dengan kokoh dan merupakan masjid pertama di Kali Lunyu.
Pada tahap berikutnya Embah Soleh sendiri yang hidup pada masa K. Asy’ari (pendiri pesantren Tebu Ireng dan ayah dari hasyim asy’ari [-+ th. 1826 M.]) sebelumnya telah mendirikan pesantern tempat menimba ilmu dan menetap di Situ Patok, bersama sahabatnya K. Anwarudin kemudian beliau pindah ke desa Kegunung di daerah Sumber cirebon serta mendirikan pesantren pula di Kegunung. Riwayat tentang K. Anwarudin menurut informasi yang kami dapat adalah sahabat dekat Embah Soleh guru dari keduanya adalah K. Baha’udin dari Manafizaha tetapi persi lainpun mengatakan K. Anwarudin yang lebih dikenal dengan pangeran Klayan tersebut adalah paman sekaligus guru dari embah soleh.
Melalui perjalanan yang begitu panjang di Kegunung, K. Anwarudin mendapat sebuah petunjuk bahwasannya Embah Soleh yang memegang teguh terhadap ilmu tasawuf (Sufistik) ini harus pindah ke Cimeuweuh dan harus menaklukan pengaruh – pegaruh gaib yang mengelilinginya. K. Anwarudin berfirasat bahwa daerah sumber, suatu saat kelak akan menjadi pusat pemerintahan wilayah Cirebon dan itu akan memberikan dampak besar untuk keselamatan anak cucu Embah Soleh dan ketasawufan serta tidak cocok untuk menyembunyikan anak cucu dari keramaian.
Berawal dari petunjuk K. Anwarudin, akhirnya Embah Soleh bersama K. Anwarudin bertolak menuju tanah Cimeuweuh dengan niatan menaklukan tanah tersebut dari gangguan-ganguan ghaib. Sesampainya disana, embah soleh dan K.Anwarudin bermunajat dan berdo’a kepada Allah SWT. Memohon pertolongan dan keselamatan dari hawa-hawa ghaib, entah apa yang terjadi berkat kesucian dan karomah yang dimilikinya dengan sekilas para penghuni gaib diwilayah Cimeuweuh takluk kepada embah soleh dan menyingkir dari tanah Cimeuweh. Sementara itu keterangan yang kami peroleh dari K. Miftah Putra K. Faqih atau keturunan ke empat dari embah soleh, ketika proses penaklukan makhluk ghaib di Cimeuweuh semua makhluk ghaib di Cimeuweuh takluk dan bersedia berinjak dari tanah Cimeuweuh, tapi ada dua makhluk ghaib yang tidak mau berinjak dari tanah Cimeuwuh yaitu seekor Macan ghaib dan seekor Ular ghaib yang sebelumnya ular ghaib tersebut ada tiga, yang dua pergi dan yang satu menetap, dengan mengadakan sebuah perjanjian bahwa seekor Macan dan Ular ghaib tersebut berjanji akan melindungi dan menjaga anak cucu keturunan Embah Soleh dari hal-hal negative yang membahayakan keturunan Embah Soleh. Pernyataan ini dibenarkan juga oleh k. Muhammad Nuh menantu K . Hasan bin K. Abu Bakar bin Embah Soleh, bahkan menurut pernyataan K. Muhammad Nuh sampai sekarang masyarakat Benda Kerep sering melihat penampakan seekor Macan Putih dengan loreng hitam disekitar Cimeuweuh/benda kerep dan diwaktu yang berbeda masyarakat pula sering melihat penampakan seekor Ular Besar.
Singkat cerita, setelah tanah cimeuweuh ditaklukan, akhirnya kabar penaklukan tanah cimeuweuh oleh embah soleh terdengar juga oleh Sultan Zulkarnaen (Raja Kraton Kanoman pada masa itu), mendengar berita yang baik itu, tanah Cimeuweuh yang masih milik Kraton Kanoman itu ahkirnya dihibahkan oleh Sultan Zulkarnaen kepada embah soleh dengan memasrahkan segalnya asal tanah Cimeuwuh dijadikan sebagi sumber cahaya dan pusat penyebaran agama Allah Swt.
Waktu berputar perlahan tapi pasti, Embah Solehpun mulai menetap di Cimeuweuh bersama istri pertamanya Nyai Menah dari Pekalongan, pada masa permulaan beliau mendirikan sebuah kranggon (pohon besar yang dikasih papan kayu. Red.) sebagai tempat tinggal sementara. Kemudian nama Cimeuweuh diganti dengan nama Benda Kerep karena di tanah Cimeuweuh terdapat pohon Benda (pohon dan buahnya kaya semacan sukun) dan pohon tersebut banyak sekali (Kerep[bahasa jawa]) dengan alasan itulah Cimeuweuh diganti menjadi Benda Kerep, Sekarang cimeuweuh sirna dan benda kerep pun lahir.
Keberadaan Benda Kerep sebagai wajah baru dari tanah Cimeuweuh tentunya telah mengundang berbagai perhatian dari berbagai penjuru masyarakat Cirebon terlebih disitu terdapat orang mulia, sakti mandraguna dan mempunyai wawasan kelimuan yang tinggi dan berakhlak mulia, selalu memegang teguh prinsif-prinsif aqidah dan bersandar pada ajaran tasawuf sebagai implementasi dari ajaran islam sesungguhnya. Banyak dari kalangan masyarakat cirebon khususnya dari daerah tetangga benda kerep yang berniat untuk belajar dan berguru kepada embah soleh, “Lama-Lama Menjadi Bukit” begitulah mungkin yang dirasakan oleh embah soleh tanpa terasa yang semula hanya berdua bersama isrinya kini telah banyak yang menemani embah soleh sebagai muridnya dan embah soleh pun semakin serius untuk membumikan ajara islam di tanah Benda Kerep.
Pada estapeta regenerasinya, tempat tinggal Embah Soleh bersama istrinya yang semulanya adalah tempat kranggon, agar lebih memberikan kenyamanan dalam berumah tangga akhirnya embah soleh yang dibantu bersama murid-muridnya membangun sebuah rumah sederhana sebagai tempat tinggal yang memberikan sebuah kenyamanan, pada akhirnya proses pembangunan rumah tersebut telah memberikan warna sejarah tersendiri bagi benda kerep, yakni rumah yang dibangun oleh embah soleh adalah rumah pertama di kampung benda kerep dan rumah tersebut sampai sekarang masih berdiri kokoh namun telah mengalami berbagai renofasi, yang kemudian sekarang menjadi tempat tinggal K. Faqih cucu Embah Soleh dari K. Abu Bakar.
Melalui hikmah kewalian Embah Soleh, benda kerep yang dahulunya penuh dengan aura mistis kini mulai tampak cahaya-cahaya islam yang bersinar disetiap penjuru kampong benda kerep, proses pengajaran agama islam berjalan dengan sempurna, ayat-ayat suci Al-Quran kian berkumandang ditengah-tengah hutan belantara benda kerep, aplikasi ajaran islam yang selalu menyentuh nila-nilai sikap dan moralitas begitu melekat dalam setiap individu yang berdomoisili di kampong benda kerep, namun disisi lain batin Embah Soleh mulai terusik seolah-olah hampa terasa dan ada yang belum lengakp dalam kehidupan embah soleh, kegelisahan ini mulai terasa karena melihat istrinya yang tak kunjung menghasilkan keturunan padahal seyogyanya peranan anak cucu itu sangat urgen sekali sebagai regenerasi atau penerus perjuangan Embah Soleh dalam menegakkan syariat islam ditanah nusantara kampong benda kerep pada khususnya. Melalui proses perenungan yang begitu panjang dengan diiringi do’a dan restu dari istri pertamanya, akhirnya beliaupun mengambil sebuah keputusan untuk menikah lagi, disuntinglah Nyai Merah dari Manafizaha cirebon sebagai istri keduanya. Dari hasil pernikahannya dengan Nyai Merah dari Manafizaha Cirebon ternyata cita-cita embah soleh untuk mempunyai keturunan dikabulkan oleh Allah SWT. Nyai Merah telah memberikan dua orang putra da satu putri. yang pertama adalah Embah Muslim atau K. Muslim, putra keduanya adalah K. Abu Bakar dan yang ketiga adalah Nyai Qona’ah.
Megenai keturunan pada generasi berikutnya , setelah kami melakukan interview bersama K. Muhammad Nuh, bahwasannya, Embah Muslim sebagai anak pertama mempunyai tujuh orang putra, sementara istri dan anak perempuan tidak kami temukan keterangannya. Diantara tujuh orang putra tersebut adalah:

1. K. Kaukab ( Benda Kerep )
2. K. Zaeni Dahlan ( Benda Kerep )
3. K. Muhtadi ( Benda Kerep )
4. K. Sayuti ( Cibogo )
5. K. Fahim ( Benda Kerep )
6. K. Fatin ( Benda Kerep )
7. K. Mas’ud ( Benda Kerep )

Dari K. Abu Bakar Putra kedua Embah Muslim, kami temukan keterangan dua orang putra saja, diantaranya adalah:

1. K. Hasan ( Benda Kerep-Mertua K. Muhammad Nuh )
2. K. Faqih ( Benda Kerep- Ayah kandung K. Miftah )

Demikian sekilas tentang sejarah singkat benda kerep mengenai kapan tahun wapatnya Embah Soleh dari berbagi sumber tidak kami peroleh kepastian sedikitpun, namun mengenai perningatan haul nya Embah Soleh dapat kami peroleh dengan pasti yaitu sudah ke 283 jadi dari informasi jumlah peringatan haul yang sudah dilaksanakan bisa diambil kemungkinan wafatnya Embah Soleh pada tahun 1727 M. dengan rumus 2010-283= 1727.

3.2. alasa logis menolak adanya TV, Radio dan jembatan.
Secara garis besar alasan logis mereka menolak adanya tv dan radio karena ingin menghambat berbagai kemungkinan-kemungkinan pengaruh negative dari adanya tv dan radio karena pada realisasinya peran dunia teknologi dari televise dan radio akan senantiasa mempengaruhi budaya local yang memang selalu membawa pengaruh negative dari penayangannya, apabila dikaji lebih dalam adanya tv dan radio akan membawa arus progsesifitas dan mobilitas tinggi bagi perkembangan masyarakat karena pendekatan educative juga dilakukan oleh produksi tv dan radio namun disamping itu budaya luar juga akan mudah diterima oleh masyarakat yang menggunakan tv dan radio sehingga tercipta sebuah sinkrenisasi budaya karena pada eksistensinya tayangan dari tv dan siaran radio selalu memberikan warna budaya-budaya luar entah itu budaya konstruktif ataupun negative, alasan masyarakat benda memang logis kiranya, mereka tidak mengahrapkan budaya mereka terpengarahi oleh budaya luar apalagi menjadi asimilasi budaya dan hilang pula budaya yang mereka agungkan.
Selain adanya kehawatiran budaya mereka hilang, ada hal yang lebih urgen lagi dimasyarakat benda kerep yakni kelekatan nilai-nilai dan sendi-sendi ajaran islam yaitu ajaran sufistik yang diajarkan ol;eh mbah soleh secara turun temurun yang memang itu adalah barometer bagi masyarakat benda kerep sendiri, selamat atau tidaknya sebuah elemen masyarakat atau satu individu dari pandangan masyarakat benda kerep adalah dilaihat Dari bagaimana mereka mengaplilkasikan nilai-nilai islam itu sendiri apa bila mereka lupa terhadap syari’at yang diamanatkan oleh rasulullah maka sudah pasti kiranya mereka terjebak dalam sangkar kesesatan dan kelemahan,dan itu diakui oleh masyarakat muslim sedunia namun pertanyaanya apakah mereka mampu melakukan tindakan filterirasi atau tidak, tindakan yang dilakukan oleh masyarakat benda adalah sebuah tindakan riil yang patut ditauladani sekalipun banyak pendapat miris yang mengatakan masyarakat benda adalah masyarakat yang terisolasi atau terbelakang tapi itu tidak dijadikan sebuah alasan yang tepat untuk tetap berpegang teguh pada keyakinan mereka. Lebih baik terisolasi namun kaya iman dari pada hidup modern namun miskin spiritual itulah mungkin argumentatif yang tepat bagi masyarakat benda kerep sebagi bentuk apresisiasi terhadap budaya setempat dan nilai-nulai syariat islam.
Menurut pendapat k. miftah salah seorang tokoh ulama terkemuka di benda kerep yang masih keturunan ke empat dari embah soleh, “bukannya kami fanatic atau sentimental terhadap dunia teknologi tapi sekarang coba aja kita di luaran sana dengan pengaruh tv dan radio mungkin mereka maju dari sisi pengetahuan infiormasi dan mereka maju dari sisi ekonomi tapi apakah kita tak sadar mereka juga selau lalai dan terbawa oleh trend-trend yang berkembang, analoginya sperti pengaruh sinetron dan perkembangan trend musik tanah air, dengan adanya sinetron sudah jelas akan mempengaruhi watak dan prilaku masyarakat terutama kalang pemyda yang selalu ingin tampil seperti idola begitupun dengan musik kontemporer para remaja lebih cendrung menghapal musik daripada menghapal pelajaran keagamaan seperti sholawat halnya.
Begitupun dengan jembatanb disamping kehawatiran terjadinya lintas budaya melalui transfortasi sudah jelas kiranya ada juga wasiat dari embah soleh pendiri benda kerep. pernyataan ini kembali dikuatkan oleh sikap dan pernyataan yang sederhana namun kritis k. Miftah yang menyatakan “kehadiran jembatan akan menimbulkna lintas budaya lokal dan interlokal lagi pula akan menimbulkan kebisingan dari alat mesin transfortasi itu jelas mengganggu keteangan dan kehusuan para santri dan masyarakat setempat”.
3.3. data informasi ketertarikan satri luar trerhadap benda kerep
Kajian empirik historikal benda kerep dalam kajian ketertarikan para santri luar terhadap pesantren benda kerep dinyatakan melalui fakta adanya para satri terdahulu ketika masa embah soleh yang mondok atau menuntut ilmu dari warga tetangga khusunya, lalu kemudian secara turun temurun pula kepada anak cucu mereka dipesantrenkan pula ke benda kerep karena dipandang ajaran benda kerep masih sangat tradisional melalui kajian kitab kuningnya yang lebih spesifik dibanding metode pendidikan liberal kontemporer, yang lebih berkesan adalah kelestarian budaya benda kerep yang menjadi daya tarik sendiri.
Tetapi, disamping proses regenerasi dari santri-santri terdahulu ada juga santri yang memang tiada kaitannya dengan satri lama tetapi mereka lebih memilih karena inisiatif sendiri dengan alasan para ulama lebih sufi, arif dan bijaksana.

3.4. informasi benda kulon yang sudah menerima kemajuan teknologi
Berbeda dengan masyrakat benda kerep, masyarakat benda kulon yang letak geografisnya diluar batas sungai, dan dari silsilah keturunannya bukan dari embah soleh melainkan dari warga sekitar yang mengikuti jejak embah soleh ketika masa lampau, sudah menerim adanya kemajuan teknologi dan alar transfortasi, alasan yang dijadikan sebagai argumen mereka adalah karena mereka mengaku tidak ada wasiat dari embah soleh karena sejatinya wasiat tersebut hanya berlaku bagi wilayah benda kerep dan keturunan asli embah soleh. Maka untuk itu mereka lebiih menerima datangnya teknologi dan informasi sebagai bagian dari adaptasi dengan kemajuan jaman dengan satu alasan yang tepat mampu menyaring berbagai pengaruh dan penomena yang terjadi dampak dari televsi dan radio tersebut.


Letak

benda kerep terletak di daerah argasunya, cirebon Secara geografis, terletak pada posisi 10833 Bujur Timur dan 61 Lintang Selatan. Bentang alamnya merupakan dataran tinggi daerah cirebon dengan luas tanah 33 hektar.


kecamatan Harjamukti. Kemiringan 15-25% tersebar di wilayah Kelurahan Argasurya, kecamatan Harjamukti.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Kampung Benda Kerep yang tetap berpegang teguh dengan tradisi warisan leluhur telah membuatnya memiliki beberapa keunikan, baik dalam upacara adat, pola kehidupan sampai dengan penataan ruang dan gaya arsitektur bangunannya.
Jika sampai saat ini masyarakat Kampung Benda Kerep tidak menerima kemajuan teknologi dari pemerintah, hal ini tentunya memiliki alasan yang kuat yang menurut mereka dapat berdampak buruk bagi kebudayaannya dan dapat pula membahayakan 4.2. SARAN
Kampung Benda Kerep tentunya telah berusaha keras untuk mempertahankan tradisi adat istiadatnya di tengah arus globalisasi dan mereka telah membuktikan bahwa dirinya mampu. Sekarang adalah kita untuk turut serta melestarikan kebudayaan mereka dan kebudayaan Nusantara lainnya dengan memperkenalkannya kepada generasi – generasi secara turun temurun karena kebudayaan – kebudayaan inilah yang telah memperkaya khasanah budaya Indonesia.

Kamis, 19 Mei 2011

MENJEMPUT ASA YANG HILANG

Ima Mutasim Lahir di kuningan pada tanggal 12 februari 1986. Ia berasal dari lingkungan keluarga sederhana. Anak ke empat dari sepuluh bersaudara pasangan K.H. Faqihudin dan Hjh. Idhah faridoh
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan yang panjang dan berat. Dengan alasan ingin sekolah, Pada usia empat tahun ia bertekad untuk berpisah dengan kedua orang tua dan ikut bersama keluarga pamannya di Indramayu. Kemudian Ia masuk di TK Fatahilah dan lulus pada tahun 1992, setelah lulus dari TK Fatahilah Ia melanjutkan ke MI Fatahillah. Menginjak di kelas dua MI, Ia mulai merasakan ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya, yakni sebuah kehangatan kedua orang tua dan keluarga yang tidak didapatkan lagi selama hampir tiga tahun. Akhirnya Ia memutuskan untuk pindah sekolah ke kampung halamannya di desa Karang Anyar, Kuningan.
Tanpa ada hambatan yang berarti dikampung halamannya Ia mampu menamatkan sekolah dasar pada tahun 1998. Setelah itu Ia pergi ke Pondok Pesantren Salafi di daerah Kadugede, Kuningan dan menimba ilmu Agama disana tanpa melanjutkan ke sekolah SLTP yang bersipat formal.
Semasa di pesantren ia mampu cepat beradaftasi dengan lingkungan dan tidak pernah merenung akan kerinduan kepada keluarga seperti yang terjadi pada anak-anak lain seusianya, mungkin karena Ia sudah terbiasa terpisah dengan orang tua sejak usia empat tahun. Namun sayang seribu sayang setelah usia dipesantrennya hampir genap dua tahun Ia harus sering pulang karena memang pada saat itu keterbatasan ekonomi dari orang tuanya masih menjadi faktor dominan, ahirnya genap di usia dua tahun pesantren Ia sudah tidak pernah berangkat lagi untuk menimba ilmu, sehingga harus terdiam dan terpana di kampungnya sampai pada usia 19 tahun tanpa pesantren dan sekolah.
Di usia yang terbilang hampir dewasa, ia sering merenung dan berpikir akan makna kehidupan yang di jalaninya, seolah-olah hidup ini tiada arti tanpa menimba ilmu, tanpa pesantren dan tanpa sekolah, sehingga pada titik klimaksnya Ia mengambil keputusan di luar dugaan kedua orang tuanya, yakni Ia harus sekolah lagi.
Tanpa proses berpikir yang begitu panjang, Ia bertekad ke Indramayu mengunjungi kembali pamannya yang semasa kecil Ia pernah hidup bersamanya dengan tujuan mencari kerja untuk melanjutkan sekolah. Respon positif diterima oleh pamannya, dengan modal ilmu di pesantren selama dua tahun, Ia di masukan menjadi Staf pengajar di madrasah diniyah Al-Istiqomah Lohbener Indramayu. Sembari menutupi kekosongan, di pagi hari Ia menjadi petugas kebersihan di madrasah tersebut. Dengan usaha yang keras dan niat yang bersungguh-sungguh, kemudian Ia mendaptar kejar paket B setara SMP dan lulus pada tahun 2005.
Pintu gerbang pendidikan baru sudah di mulai olehnya sekalipun itu hanya berawal tingkat setara, maka selanjutnya Ia mendaftar di Madrasah Aliyah Fatahilah yaitu sekolah dengan nama yayasan yang sama ketika sekolah TK dan MI masa kanak-kanak dulu. Dari sekolah ini Ia mulai mengenal akan pentingnya pendidikan baik formal ataupun informal, dasar pemikiran ini muncul karena kafasitas Ia di pagi hari sebagai Siswa dan di siang hari sebagai Guru Diniyah yang pastinya kedua latar belakang ini sangat mempengaruhi perkembangan psikologinya.
Di samping kegiatannya sebagai Siswa MA dan Guru Diniyah ia juga aktif di Organisasi Intra Sekolah dan menjabat sebagai ketua osis, tentu ini pengalaman pertamanya dalam memimpin sebuah organisasi dan kemudian di lingkungan masyarakatnya berkiprah menjadi Ketua Remaja Masjid. kegiatan ini terus berjalan mewarnai hidupnya sampai mampu mendapatkan Ijazah MA yang di cita-citakannya di tahun 2008. Dua langkah mimpinya telah Ia gapai, namun semuanya tidak berhenti sampai disitu. Sekalipun dengan modal yang serba kekurangan Ia ingin bermimpi yang lebih besar yakni menggapai pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Walhasil melalui sebuah proses yang panjang ia mendaftar ke STAIN Cirebon sekarang IAIN dan masuk dijurusan Dakwah hingga sekarang.
Sebagai bahan pengembangan diri, karena ia sudah senang berorganisasi sejak di MA, maka ia pun masuk di berbagai organisasi Kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai Ketua Umum Komisariat periode 2009-2010 sekarang menjadi pengurus Cabang di Departemen PTKP Periode 2010-2011, Ikatan Mahasiswa Kuningan (IMK) sebagai Kabid Informasi dan Komunikasi (Infokom) dan Broadcast Community Centre Cirebon sebagai Direktur Utama .
Demikian sekelumit tentang perjalanan sosok Ima Mutasim yang mungkin akan selalu haus dengan pendidikan untuk menjemput Asanya yang sempat hilang tenggelam terbawa iringan arus zaman, dengan segala keterbatasannya semoga Ia mampu menjemput kembali asa-asanya yang hilang dan berserakan dari hidupnya untuk menggapai semua mimpinya.

Rabu, 18 Mei 2011

CECE BADARUDIN “BERPADU ANTARA SENI DAN TEKNOOGI”

Hari sabtu, 30 maret 1991 adalah hari yang membahagiakan bagi pasangan suami istri K.H Faqihudin dan Hjh. Idhoh faridoh karena pada saat itu tepat pada pukul 19.00 malam telah lahir sosok bayi yang dinanti-nanti selama Sembilan bulan, bayi itu lahir begitu mungil dengan bobot 3 kg. dan berjenis kelamin laki-laki. Karena lahir di malam hari dan disambut dengan terangnya bulan yang menyinari malam itu maka bayi itu di beri nama cece badarudin, bayi ini adalah anak yang keenam dari rahim ibunya, namun kali ini bahagia yang bertubi menyinari ayah dan ibunya karena bayi ini jelas berbeda dari kakak-kakak sebelumnya, gemuk, putih, manis dan mungil menyertai fisik bayi ini.
Pasca kelahirannya bayi ini tumbuh dengan subur ditengah-tengah keluarganya yang tergolong sederhana, waktu berlalu hingga sampai pada usia 1,2, dan 3 tahun cece badarudin hidup begitu normal seperti layaknya anak-anak lain, kesehatan terjamin sekalipun dari fasilitas serba kekurangan ayahnya yang mengurusi enam anak ini tidak sedikitpun hilang perhatian dan kasih sayang sekalipun harus dibagi enam. Kecerdasan mekanik sudah mulai terlihat dari cece sejak usia empat tahun, entah dia mau mencita-citakan seperti apa tapi tabiat rasa ingin tahunya terhadap benda-benda mekanik begitu tampak dan jelas dapat dilihat dari gaya memainkan benda mainannya. Berbeda dangan balita lain yang selalu merasa sayang akan mainan dan merawatnya baik-baik, balita cece begitu disodorkan mainan mekanik seperti mobil-mobilan, robot-robotan, dan benda mainan lainnya yang kadang didapat dari hasil kerja keras ayahnya bukannya di gunakan selayaknya tapi justru malah dirusak sekalipun tidak mampu mengembalikannya seperti semula. Tentu ini adalah kecerdasan psikomotorik bawaan yang lahir secara alamiah dan muncul dari insting nalurinya. memperbaiki dan menghancurkan adalah sebuah kebiasaan yang tidak asing baginya sampai pada kejadian yang membuat kakanya pusing alias kalung domba yang harus selalu digunakan oleh kakaknya dan main domba-dombaan untung dombanya tidak dibedah.
Sekalipun kecerdasan psikomotorik dengan rasa keingintahuan yang tinggi sudah tampak dari diri cece, namun semuanya tidak disadari oleh kedua orang tuanya, sehingga kebiasaan ini berlangsung sampai tahun-tahun berikutnya. Ironisnya pada usia 4 tahun ketika ayahnya mengajar santri-santri di lantai 2 PP. Nurul Ulum dia ikut bersamanya, saat ayahnya mengajar cece ini asyik bermain bersama kawan-kawan sebayanya dan kejadian tragispun menimpa cece kecil ini yakni jatuh dari tangga lantai dua dan mengalami beberapa benturan dikepalanya sehingga akhirnya harus dirawat di Rumah Sakit Wijaya Kusuma selam beberapa bulan. Hasil ronsen yang disodorkan oleh Dokter, kepala cece yang terkena beberapa kali benturan di tangga dan lantai bawah mengalami beberapa gangguan dan tentunya hasil benturan ini menggangu kerja otak kiri cece kecil ini sampai pada akhirnya sekalipun secara fisik dikatakan sembuh tetapi dari sisi kerja otak dalam menghapal dan menghitung sedikit berkurang.
Fenoma yang dialami oleh cece ini tentu membuat sedih kedua orang tua dan kakak-kakaknya karena anak seusia itu seharusnya mendapatkan suplai otak yang maximum karena masih pada perkembangan apa lagi cece kenil ini mempunyai bawaan yang dibilang cerdas tetapi sekarang justru malah kena musibah yang menghambat kerja otaknya, kehawatiranpun muncul dari kedua orangtuanya akan nasibnya dikemudian hari. Namun demikian sekalipun sudah mengalami gangguan di otaknya, insting rasa ingin tahu yang ada sejak lahir tidak mati begitu saja cece ini selalu tetap berusaha dan pantang menyerah sedikit demi sedikit dia mulai mengenal kembali akan bawaannya sebagai manusia penghancur mainan dari mulai mainan biasa, yang berbentuk mesin sampai ingin mengenal lebih jauh dengan perangkat computer sehingga dengan rasa ingin tahunya yang tinggi dia ingin menjadi ahli computer yang bisa mengimbangi dunia teknologi sekarang masa depan.
Pada usia 12 tahun dia lulus Sekolah dasar di SDN karang anyar. walaupun dengan nilai yang kecil tapi dia tidak menyerah untuk sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Bersama kawan-kawan seperjuangan di SDN karang anyar dia mendaftar di sekolah MTSN Darma kuningan, Tes seleksipun diikutinya dengan percaya diri dan dia masuk di kelas VII F. disamping tugasnya sebagai siswa diapun tidak meninggalkan statusnya sebgai santri di PP. Nurul ulum yang di pimpin ayahya, dan aktifitas seperti ini berjalan tanpa ada hambatan yang berarti. Semasa disekolah dia mengenal dengan guru-gurunya yang multi talenta ada yang ahli nasionalisme, ahli bahasa ahli teknologi sampai ahli seni yang tidak bakal punah sekalipun. Cece mulai dekat dengan guru-gurunya dan banyak menimba ilmu yang beragam dari guru yang beragam pula, dari mulai sinilah dia sadar akan pentingnya wahana ilmu itu sampai pada titik kemudian dia berpikir “untuk saat ini mana mungkin bisa berkompetensi kalau kita tidak punya ilmu dan keahlian” dan inilah yang menjadi spirit motifasi dirinya untuk belajar dan belajar baik itu disekolah, pesantren ataupun diluar dari keduanya.
Selama menjalani proses pendidikan disekolah dan pesantren dia mulai mengenal dunia kesenian, tentu ia mengenal dari pesantrennya yang sudah lama berdiri organisasi di bidang seni kosidah, dia mulai suka dengan seni kosidah ini dan lagi-lagi insting naluri rasa keingin tahuannya kembali muncul, kali ini dia merasa ironis ketika melihat group kosidanya masih menggunakan alat tradisional sementara para pesaingnya sudah mulai menggunakan alat modern seperti keyboard. Sehingga dia bertekad untuk mengenal alat ini sampai menguasainya disamping cita-citanya sebagai ahli teknologi computer. Belajarpun dilakoni dari mulai mempelajari keyboard yang menggunakan batu batrai secara otodidak dan hasilnyapun cukup lumayan sekalipun otodiak dia mulai mengenal beberpa nada sambil mengikuti irama dari sekeping CD yang diputar di VCD. Semua orang disekelilingya memberikan apresiasi kepadanya Karena hanya dengan waktu beberapa hari saja dia sudah hapal beberapa melodi ataupun pengiring music dari beberpa lagu “menakjubkan” kata orang-orang yang melihatnya.
Rasa percaya diri mulai muncul darinya dan sejurus kemudian dia bersama groupnya memberanikan diri tampil dari panggung kepanggung. Bukanlah cece kalau hanya cukup merasa puas dengan itu sekalipun orang memberikan apresiasi lebih kepadanya namun dia tetap merasa kurang dan akhirnya untuk menutup kekurangan itu dia belajar bersama gurunya herdiyana satu minggu sekali setiap pulang sekolah dan selama beberapa bulan dia mampu untuk tampil dengan organ tunggal diatas panggung bersama 5 vokalisnya. Sungguh luar biasa diusianya yang ke 16 tahun dia mampu mengsejajarkan dengan musisi-musisi yang lebih tua dan berpengalaman diwilayahnya dan apresiasi positifpun mengalir tiada henti kepadanya.
Prestasi yang diraih olehnya tidak membuat dia merasa sombong dan dia masih tetap merasa bahwa ilmu segini itu belum ada apa-apanya, sekalipun statusnya sebagai pelajar, santri dan musisi muda namun kesehariannya masih tetap seperti para remaja lainnya dan ini berlangsung sampai lulus Mtsn di tahun 2007.
Perputaran waktu terus berjalan dan mengikuti arah mata angin, setelah lulus dari Mtsn pintu gerbang dan harapan-harapan besar akan kesuksesanpun mulai terbuka, berbarengan dengan pertumbuhan fisiknya yang mulai menunjukan kedewasaan dan dengan cara berpikir yang matang cece seolah olah tampil dengan sosok yang elegan bagi pandangan seusianya, wibawanya yang mapan memberikan insfirasi bagi kawan-kawan sebaya yang lain banyak kawan-kawan dekatnya yang meminta untuk belajar kepadanya terlebih dia masuk ke SMK Muhamadiyah jurusan tekhink computer jaringan, pastinya dengan caranya dia mengambil jurusan tekhnik computer jaringan sangat mendukung akan kapasitasnya sebagai seniman muda dan juga cita-cita sebagai ahli komputerpun terbuka lebar baginya. Satu persatu perangkat kompter dikenalnya baik itu perangkat keras ataupun lunak dipelajari tanpa lelah olehnya dan diapun mulai memadukan antara bakat seni dan bakat pengoprasian komputerya sampai pada akhirnya dia mampu memadukan keduanya yakni seni yang tidak bakal punah sekalipun tertindas zaman dan teknolgi yang tidak bakal habis karena selalu mengiringi zaman. Walhasil, cacat otak bukan berarti semuanya mati begitu saja, semuanya butuh usaha, kerja keras dan sungguh-sungguh. Begitulah kiranya sosok cece badarudin yang mengayuh perhelatan panjang semasa hidupnya yang mengarumi samudra teknolgi dan seni ditengah kehidupan pesantren, yang lahir dengan cerdas dan rasa ingin tahu yang tinggi, yang cacat di usia perkembangnnya, yang bangkit dari keterpurukannya dan yang bercita-cita untuk menjadi ahli teknologi dengan sekolah diperguruan tinggi komputerisasi.
Terus maju dan maju untuk menyonsong sebuah perubahan, semoga cita-citamu tercapai……..!